Oleh: apit | Desember 13, 2007

Sekjen PBB Dukung AS, Peserta Terbelah

NUSA DUA – Hari pertama pertemuan tingkat tinggi (high level meeting) negara anggota UNFCCC (Konferensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim) kemarin (12/12) langsung diwarnai pertentangan antardelegasi negara utama. Pertentangan itu dipicu perubahan mendadak sikap Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Ban Ki-moon atas target pengurangan emisi karbon.

Pada acara pembukaan pertemuan tingkat tinggi di BICC (Bali International Convention Center) itu, Ban Ki-moon menegaskan bahwa satu-satunya jalan yang wajib dilakukan secara multilateral di Bali adalah menurunkan emisi karbon penyebab pemanasan bumi dan perubahan iklim. Namun, saat jumpa pers selang beberapa jam setelah pembukaan, diplomat senior asal Korea Selatan tersebut mengoreksi pernyataannya.

Dia menyebut, target pengurangan emisi karbon dari 25 persen sampai 40 persen hingga 2020 pada konferensi di Bali terlalu ambisius. “Yang bisa kita lakukan adalah menyiapkan traktat baru (pengganti Protokol Kyoto, Red) pada 2009. Untuk target pengurangan emisi, kita mungkin perlu realistis dan mengakui bahwa target itu terdengar terlalu ambisius,” ujarnya.

Melunaknya sikap Sekjen PBB itu memunculkan kecurigaan adanya lobi kuat Amerika Serikat, yang selama ini paling getol menentang adanya aturan mengikat soal pengurangan emisi gas. Sikap AS tersebut didukung penuh Jepang dan Kanada. Menteri lingkungan Kanada menegaskan, perjuangan menyelamatkan bumi dari perubahan iklim juga harus menjadi tanggung jawab negara berkembang, bukan hanya negara maju.

Arah konferensi yang semakin disetir AS itu membuat gusar delegasi Tiongkok. “Target pengurangan emisi oleh negara maju sampai 40 persen adalah bukti komitmen mereka terhadap upaya melawan perubahan iklim. Jika ini saja ditolak, apa lagi yang bisa kita harapkan?” ujar seorang anggota delegasi Tiongkok yang menolak disebut identitasnya. Sikap Tiongkok itu mewakili negara-negara berkembang serta didukung Rusia dan India.

Menanggapi tudingan bahwa AS mengendalikan konferensi PBB di Bali, Ketua Delegasi Amerika Serikat Harlan Watson menyatakan, pemerintahnya sebenarnya sangat ingin bekerja sama dengan semua negara untuk menanggulangi dampak perubahan iklim. “Tapi, kami ingin negara lain menghormati pilihan kami,” ujarnya di ruang Auditorium BICC, Nusa Dua, Bali.

Ketika ditanya desakan negara berkembang yang diwakili Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan PM Australia Kevin Rudd soal target emisi karbon, Deputi Sekretaris Negara Bidang Demokrasi dan Hubungan Internasional AS Paula Dobriansky menegaskan bahwa AS tetap tidak akan mengikutinya. “Dalam konferensi ini, kami telah mendengarkan pendapat beberapa negara tentang bagaimana mengurangi emisi karbon, tapi kami sependapat dengan negara lain yang tidak setuju ada target mengikat untuk mengupayakannya,” kata wanita yang duduk di sebelah Watson itu.

Sebelumnya pada pembukaan pertemuan, enam kepala negara kompak menekan negara-negara maju, khususnya Amerika Serikat, untuk bertanggung jawab terhadap perubahan iklim yang sekarang terjadi. Enam kepala negara itu adalah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Perdana Menteri Australia Kevin Rudd, presiden Papua Nugini, presiden Republik Maladewa, PM Singapura, dan presiden Negara Kepulauan Vala.

Setelah Ban Ki-moon memberikan pesan-pesan singkat, Presiden SBY memaparkan pendapatnya. Dalam pidatonya, SBY mendesak agar negara-negara maju memberikan kontribusi lebih besar pada usaha pencegahan perubahan iklim. “Mereka harus benar-benar menurunkan emisinya dan secara intensif membagi teknologi ramah lingkungan dengan negara berkembang,” ujarnya dengan nada meninggi.

Tak cuma itu, nada SBY semakin tinggi ketika menyebut Amerika Serikat, satu-satunya negara maju anggota Annex I yang tak mau terikat dalam program penurunan emisi di Protokol Kyoto. “Kita harus memastikan AS, salah satu negara yang berkekuatan ekonomi paling besar sekaligus penyumbang emisi karbon terbesar, untuk segera menandatangani Protokol Kyoto,” pintanya kepada semua peserta sidang.

Sebab, lanjut dia, upaya pengurangan emisi tidak akan pernah berhasil jika Amerika Serikat tidak mau ikut dalam komitmen mengikat tersebut. Kritik SBY itu kontan disambut tepuk tangan sebagian besar delegasi yang memenuhi ruang sidang utama BICC di Hotel Westin Nusa Dua tersebut. (nue)

Sumber: jawapos


Tinggalkan komentar

Kategori